Tahapan / Proses Kultur Jaringan
A. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang
pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan
diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan
varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman
indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan
secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan
dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber
kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
Lingkungan
tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas
eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan,
pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida,
dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat
dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi
tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti
memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk
dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi
serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata
tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap
inisiasi kultu.
B. Inisial Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan
kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan
baru (Wetherell, 1976). Ditambahkan pula menurut Yusnita, 2004, bahwa
pada tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik
berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan
bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru,
sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang
tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap
selanjutnya (Wetherell, 1976).
Untuk mendapakan kultur yang
bebas dari kontaminasi, eksplan harus disterilisasi. Sterilisasi
merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang
menempel di permukaan eksplan. beberapa bahan kimia yang dapat digunakan
untuk mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan
HgCl2.
Kesesuaian bagian tanaman untuk dijadikan eksplan,
dipengaruhi oleh banyak faktor. Tanaman yang memiliki hubungan
kekerabatan dekat pun, belum tentu menunjukkan rspon in-vitro yang sama
(Wetherell, 1976). Penggunaan eksplan yan tepat merupakan hal penting
yang juga harus diperhatikan pada tahap ini. Umur fisiologis dan
ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan bagian tanaman yang
digunakan sebagai eksplan, merupakan faktor penting dalam tahap ini.
Bagi kebanyakan tanaman, eksplan yang sering digunakan adalah tunas
pucuk (tunas apikal) atau mata tunas lateral pada potongan batang
berbuku.
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini
adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan
(browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat
stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi
eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik,
menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
C. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang
diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan
tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya
(Yusnita, 2004). Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan
cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan
aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara
adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih
dahulu. Hormon yang digunakan untuk
merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin
seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
Kemampuan
memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara
in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama
multiplikasi (Wetherell, 1976). Eksplan yang dalam kondisi bagus dan
tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau
disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat
dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan,
namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas
yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik (aberasi),
menimbulkan suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan frekuensi
terjadinya tanaman off-type sangat besar.
D. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Tujuan dari tahap ini adalah untuk
membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan
hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan
luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya
terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan
(Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi
di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk
pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa
sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau
berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis
daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut
dapat diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan
tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA
atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas
yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Disamping itu, beberapa perlakuan
yang disebut hardening in vitro telah dilaporkan dapat meningkatkan
mutu tunas sehingga planlet atau tunas mikro tersebut dapat
diaklimatisasikan dengan persentase yang lebih tinggi. Beberapa
perlakuan yang bisa dilakukan sebagai berikut:
- Mengondiskan kultur di tempat yang pencahaannya berintensitas lebih tinggi (contohnya 10000 lux) dan suhunya lebih tinggi.
- Pemanjangan
dan pemanjangan tnas mikro dilakukan dalam media kultur dengan hara
mineral dan sukrosa lebih rendah dan konsentrasi agar-agar lebih tingg.
E. Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap
aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering
menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini,
planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti
rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap
serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses
pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara
ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media
tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi
bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur
jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi
ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini
merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah
plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi
iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi
jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh
lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro
lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi
berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan
sumber energi berkecukupan.
Disamping itu tanaman tersebut
memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan, seperti bersifat
sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak
berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya
stomata sebagai mana mestinya. Strutur mesofil berubah, dan aktifitas
fotosintesis sangat rendah. Dengan karakteristik seperti itu, palanlet
atau tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan ke
kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro
tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras.
Dengan kata lain planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasikan.